Intervensi Komunitas

Pengertian Intervensi Komunitas
Tahapan intervensi atau pelaksanaan program merupakan rangkaian kegiatan proses pertolongan dalam pekerjaan sosial setelah kegiatan perencanaan kegiatan. Sebagai tindaklanjut dari perencanaan yang telah disusun bersama dengan masyarakat agar menjadi nyata dan dapat dirasakan adalah dengan melaksanakan rencana tersebut. Intervensi disini merupakan bentuk nyata kegiatan praktikan (pekerja sosial) bersama masyarakat. Tindakan dalam upaya perubahan yang diambil dan dilaksanakan praktikan bersama dengan masyarakat/komunitas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi masalah yang dialami masyarakat/komunitas dengan berdasarkan pada rencana yang telah disusun secara bersama dan disepakati dalam bentuk program.
Proses bekerja bersama dengan komunitas, seorang pekerja sosial harus mampu memiliki peran dan keterampilan sebagai berikut:
1.      Help People to Help Themselves
      Pekerja sosial memiliki tugas membantu orang untuk membantu dirinya sendiri, dengan merubah pemikiran klien bahwa mereka dapat membantu dirinya sendiri tapi bergantung dengan orang lain. Yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial dalam membantu masayarakat, seperti:
a. Menyadarkan tentang kebutuhan yang dipenuhi
b. Mengidetifikasikan masalah
c. Mengembangkan kapasitas agar dapat menangani masalah secara lebih efektif.
2.      Perantara (broker)
      Pekerja sosial berperan dalam menghubungkan individu atau kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan layanan masyarakat dengan lembaga yang menyediakan layanan untuk membantu individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan untuk menyelesaikan masalah.
3.      Advokat
      Dalam membantu masyarakat untuk menyelesaikan masalah, disitu juga pekerja sosial memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap hak-hak masyakarat yang belum diketahui atau belum di di terima oleh masyarakat tersebut.
4.      Pendidik (Educator)
      Dalam penyelesaian masalah, maka akan banyak dibutuhkan informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Sehingga pekerja sosial di harapkan memilik peran educator , menyampaikan informasi yang baik, jelas, dan mudah dimengerti oleh masyarakat.

Pengertian Model Intervensi Komunitas
Terkait dengan pembahasan tentang intervensi komunitas, dikenal dengan adanya model intervensi komunitas. Model intervensi adalah suatu model analisis data dengan jangka waktu yang pada awalnya banyak digunakan untuk mengekplorasi dampak dari kejadian – kejadian eksternal yang di luar dugaan terhadap variabel yang menjadi obyek pengamatan, sehingga pada hal ini model intervensi berada pada level komunitas.
Model intervensi komunitas memainkan peran penting dalam pembangunan sosial di Indonesia, dalam pemberdayaan terhadap suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu.

Model Pendekatan dalam Intervensi Komunitas
Dalam hal ini terdapat dua ahli yang mengemukakan tentang model pendekatan dalam intervensi komunitas , yaitu:
1.      Menurut Rothman dan Tropman mengemukakan 3 model intervensi dalam pengorganisasian masyarakat , yaitu:
·         Model A : Pengembangan Masyarakat Lokal (Community Action)
      Pengembangan pada hal ini lebih bertujuan pada proses. Dimana suatu komunitas di kembangkan kemampuan/kapasitasnya sehingga komunitas tersebut mampu berupaya dalam memecahkan masalah warga komunitas secara kooperatif (bekerja sama) berdasarkan kemampuan nya menolong diri sendiri.
      Komunitas lokal seringkali menjadi suatu komunitas minoritas dimana tertutupi oleh masyarakat luas sehingga menyebabkan suatu kesenjangan. Kesenjangan tersebut dapat terjadi pada relasi antar pribadi dan keterampilan dalam memecahkan masalah. Sehingga dapat menimbulkan anomie, keterasingan dan terkadang menimbulkan kelainan jiwa antara warga komunitas. Selain itu, komunitas juga seringkali dipandang sebagai ikatan tradisional dipimpin oleh kelompok kecil pemimpin-pemimpin konvensional, terdiri dari populasi yang buta huruf dan mempunyai kesenjangan dalam keterampilan memecahkan masalah.
      Dalam pengembangan komunitas lokal, adanya upaya dalam mengembangkan keterlibatan warga komunitas dalam menentukan kebutuhan yang dirasakan dan memecahkan masalah mereka. Taktik dalam pengembangan masyarakat lebih menekankan pada pencapaian konsensus. Biasanya dilakukan melalui komunikasi dan proses diskusi yang melibatkan berbagai macam individu dan kelompok. Dalam hal ini ditekankan pentingnya teknik-teknik deliberatif (menimbang atau konsultasi) dan kooperatif (kerja sama) pada penerapan pengembangan komunitas lokal karena teknik-teknik tersebut membedakan peranannya dengan peranan seorang aktivis (yang lebih berpotensi pada aksi sosial), dimana mereka lebih menekankan pada pendekatan konflik.
      peranan yang dilakukan oleh CW (Community Work) lebih banyak merujuk sebagai “enabler”, yaitu seorang CW yang membantu warga komunitas agar dapat mengetahui apa saja kebutuhan warga komunitas; mengidentifikasikan masalah mereka; dan mengembangkan kapasitas komunitas agar dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Media perubahannya adalah melalui penciptaan atau kreasi kelompok-kelompok kecil yang berorientasi pada tugas. Hal ini tentunya membutuhkan kemampuan untuk membimbing kelompok-kelompok tesebut ke arah penemuan dan pemecahan masalah secara kolaboratif.
      Struktur kekuasaan sudah tercakup didalam konsep mengenai komunitas itu sendiri. Setiap segmen komunitas dianggap sebagai bagian dari sistem klien. Selain itu, anggota-anggota dari struktur kekuasaan ditempatkan pada posisi sebagai kolaborator dari ventura (usaha) yang bersifat umum. Dalam pengembangan komunitas lokal, total komunitas biasanya didasarkan pada kesatuan geografis seperti daerah pantai, dusun, kampung atau desa.
      Kepentingan kelompok dalam komunitas bersifat umum atau mendasar. Oleh karena itu diperlukan permufakatan yang responsif terhadap pengaruh dari pemikiran yang rasional, komunikasi, dan niat baik bersama. Pengembangan komunitas mempunyai asumsi bahwa warga komunitas akan mampu menangani masalah yang mereka hadapi melalui upaya berkelompok. Dalam hal ini, tentu dibutuhkan kejujuran dalam berkomunikasi dan memberikan umpan balik.
      Klien dipandang sebagai warga yang sederajat yang memiliki kekuatan-kekuatan yang perlu diperhatikan , belum semua kekuatan yang ada pada di diri klien dapat dikembangkan dengan baik. Community Work di sini berusaha mengembangkan apa yang belum dikembangkan secara optimal tersebut dengan memfokuskan pada kemampuan klien. Dari pandangan ini terlihat bahwa setiap warga komunitas adalah sumber daya yang berharga.
      Peran klien dalam pengembangan komunitas lokal dipandang sebagai partisipan aktif dalam proses interaksi satu dengan yang lainnya, juga dengan community work nya. Penekanan utama diberikan pada kelompok dalam komunitas, di mana warga komunitas bersama berusaha belajar dan mengembangkan diri.

·         Model B : Kebijakan Sosial/Perencanaan Sosial (Planning )
      Perencanaan sosial, kategori tujuannya lebih ditekankan pada task goal (tujuan yang berorientasi pada penyelesaian tugas). Pengorganisasian perencanaan sosial biasanya berhubungan dengan masalah-masalah sosial yang konkrit dan nama-nama bagian (departemen) yang juga mencirikan hal ini. Seorang perencana sosial cenderung melihat komunitas sebagai sejumlah kondisi masalah sosial yang inti, atau masalah inti yang bersifat khusus dengan minat dan kepentingan tertentu. Strategi dasar dari pola ini tergambar dalam ungkapan ”marilah kita kumpulkan fakta dan lakukan langkah-langkah logis berikutnya”. Dengan kata lain, seorang perencana biasanya berusaha untuk mengumpulkan fakta-fakta mengenai masalah yang dihadapi sebelum warga komunitas memilih tindakan yang rasional dan tepat dilakukan. Perencanaan dalam pengumpulan dan analisis fakta bisa saja menggunakan tenaga di luar komunitas tersebut, begitupula dalam upaya mengembangkan program dan kegiatan yang dilakukan. Meskipun demikian, mereka tetap mendasari tugasnya berdasarkan fakta dari warga.
      komunitas tersebut. Sehingga pemufakatan ataupun konflik dapat ditolerir dalam pendekatan ini, selama tidak menghalangi proses pencapaian tujuan. Dalam perencanaan sosial klien lebih dilihat sebagai konsumen dari suatu pelayanan dan mereka akan menerima serta memanfaatkan program dan pelayanan sebagai hasil dari proses perencanaan. Meskipun demikian, klien memainkan peranan sebagai penerima pelayanan. Klien aktif mengkonsumsi pelayanan-pelayanan yang diberikan, tetapi bukan dalam proses menentukan tujuan dan kebijakan. Fungsi pembuatan kebijakan dijalankan oleh si perencana setelah melakukan konsesus dengan elit.
·         Model C : Aksi Sosial (Social Action)
      Pendekatan aksi sosial mengarah pada task goal dan process goal. Beberapa organisasi aksi sosial memberi penekanan pada upaya terbentuknya peraturan yang baru atau mengubah praktek-praktek tertentu. Biasanya tujuan ini mengakibatkan adanya modifikasi kebijakan organisasi-organisasi formal. Seorang praktisi aksi sosial mempunyai cara berpikir yang berbeda. Mereka lebih melihat komunitas sebagai hirarki dan privilage dan kekuasaan, Target dari para praktisi aksi sosial adalah warga komunitas yang mendapat tekanan, diabaikan, tidak mendapat keadilan, dieksploitasi oleh pihak tertentu, dan sebagainya.            Strategi perubahan dari pola aksi sosial terlihat dari ungkapan ”Mari kita mengorganisir diri agar dapat melawan para penekan kita”. Ungkapan tersebut merupakan kristalisasi isu-isu yang dihadapi warga komunitas, yang kemudian membuat warga komunitas menegenali ”musuhnya” dan mengorganisir diri dan membentuk aksi massa untuk ganti memberikan tekanan terhadap kelompok sasaran warga komunitas. Para praktisi aksi sosial lebih menekankan pada taktik konflik sesuai dengan peran mereka sebagai activist/ developer, dengan cara melakukan konfrontasi dan aksi-aksi langsung. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan untuk memobilisir massa sebanyak mungkin untuk melaksanakan demonstrasi bahkan kalau perlu dengan melakukan pemboikotan.
      Taktik dan teknik yang sangat berperan dalam perencanaan sosial adalah teknik pengumpulan data dan ketrampilan untuk menganalisis. Taktik konsensus maupun konflik mungkin saja diterapkan, tetapi semua itu tergantung dengan hasil analisis perencana tersebut terhadap situasi yang ada. Peran yang biasa digunakan oleh perencana sosial adalah peranan sebagai expert (pakar). Peran ini lebih menekankan pada penemuan fakta, implementasi program, dan relasi dengan berbagai macam birokrasi, serta tenaga profesional dari berbagai disiplin. Peran sebagai pakar setidak-tidaknya terdiri dari bebrapa komponen, yaitu: (1) diagnosis komunitas; (2) ketrampilan melakukan penelitian; (3) Informasi mengenai komunitas yang lain; (4) saran terhadap metode dan prosedur organisasi; (5) informasi teknis; dan (6) kemampuam mengevaluasi. Media perubahannya adalah menipulasi organisasi (termasuk di dalamnya adalah relasi antar organisasi) seperti juga dengan pengumpulan dan analisis data.
      Pada perencanaan sosial, struktur kekuasaan biasanya muncul sebagai sponsor atau ”boss” (employer) dari praktisi (perencana). Oleh karena itu, sangatlah sulit bagi seorang untuk membedakan antara para perencana dengan organisasi yang mempekerjakannya. Para perencana biasanya merupakan tenaga profesional yang terlatih dengan baik. Dalam memberikan pelayanan, ia membutuhkan dukungan perangkat keras dan perangkat lunak, serta bantuan dana dan fasilitas. Biasanya seorang perencana hanya bisa mendapat dukungan itu dari orang yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu dalam perencanaan perlu dilakukan konsensus dengan kelompok elit, sebagai pembuat kebijakan dalamsuatu perencanaan organisasi. Konsensus ini biasanya baru dapat tercapai bila ada dukungan data yang faktual karena perencana sangat mementingkan data yang faktual.
      Klien dari perencana sosial bisa merupakan kesatuan geografis, tetapi dapat pula merupakan kesatuan fungsionalnya, misalnya kelompok penyandang cacat, kelompok profesi, kelompok pecinta buku, dan kelompok-kelompok lainnya. Pada perencana sosial tidak ada asumsi yang permasif mengenai tingkat konflik kepentingan. Pendekatan yang mereka lakukan lebih bersifat pragmatis, dan berorientasi untuk menangani masalah tertentu, sehingga aktor kurang memainkan peranan di sini. Pada pola aksi sosial, peran yang dilakukan oleh CW lebih mengarah pada peran sebagai advokat dan aktivis. Media perubahannya adalah dengan menciptakan pengorganisasian dan pergerakan massa untuk mempengaruhi proses politis. Oleh karena itu, pengorganisasian massa pada aksi sosial menjadi isu yang penting.
      Struktur kekuasaan oleh para praktisi aksi sosial dianggap sebagai target eksternal dari suatu tindakan, sehingga dapat dikatakan bahwa struktur kekuasaan berada di luar sistem klien. Struktur kekuasaan seringkali dianggap sebagai kekuatan antitesis yang akan menekan klien. Klien dari praktisi aksi sosial biasanya merupakan bagian dari warga komunitas yang membutuhkan bantuan. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok yang membutuhkan pelayanan tetapi tidak terjangkau oleh pelayanan tersebut; ataupun ditolak untuk mendapatkan pelayanan tersebut. Dalam pola aksi sosial, para praktisi lebih melihat kelompokkelompok tersebut sebagai ”teman-teman partisan” dibandingkan sekelompok klien
      Pada pola aksi sosial ada asumsi bahwa kepentingan dari masing-masing bagian dalam warga komunitas sanagt bervariasi dan sulit diambil kata mufakat. Seringkali cara-cara koersif harus dilaksanakan seperti melakukan pemboikotan, perundang-undangan, dan sebagainya sebelum penyesuaian dapat terjadi. Mereka yang mempunyai kekuasaan dan privilage dari/ terhadap kelompok-kelompok yang kurang diuntungkan tersebut seringkali tidak mau melepaskan keuntungan yang mereka dapat. Dorongan-dorongan dari kepentingan pribadilah yang menyebabkan mereka merasa bodoh kalau mereka melepaskan apa yang sudah mereka miliki. Dalam pola ini, klien atau warga komunitas lebih dilihat sebagai ”korban” dari suatu sistem.
      Dalam pola aksi sosial, klien biasanya merupakan ”bawahan” bersama dengan praktisi aksi sosial, dan mereka berusaha ”mendobrak” sistem yang ada. Praktisi di sini juga memainkan peranan sebagai ”bawahan” dan ”pelayan” warga komunitas, bersama dengan ”teman-teman praktisan” mereka menjadi kelompok penekan yang mencoba memberikan tekanan terhadap kelompok elit. Disamping ketiga pola pengorganisasian warga komunitas di atas, dalam pengembangan masyarakat, terdapat pula pola pengorganisasian yang lain, yang diadopsi dari disiplin pemasaran, yaitu Pendekatan Pemasaran Sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada upaya memasarkan suatu produk sosial kepada kelompok sasarannya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer